Surat Cinta Untuk Saudaraku..



Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Secerah apapun sinar mentari, ada kalanya sinar itu tertutup awan mendung. Namun demikian, walaupun mendung tebal menutupi sinar mentari, tidak pernah sekalipun sinar itu meredup. Dengan angkuh mentari akan tetap memancarkan sinar dari tempatnya di atas sana. Mendung tebal itu hanya akan menghalangi sinar mentari, tidak akan meredupkan pancaran sinarnya apalagi mematikan sinarnya. Jangankan mematikan sinarnya, menyentuh mentari saja mendung tebal itu tidak akan mampu.
Ya.. layaknya perjalanan panjang yang kita lalui ini. Ada kalanya tidak secerah apa yang kita harapkan, namun disinilah ketangguhan diri kita, atau lebih tepatnya barisan dakwah kita ini diuji. Apakah dengan mendung-mendung yang silih berganti tertiup angin sehingga menghampiri kita, akan membuat kita berhenti bersinar ataukah kita akan tetap bertahan layaknya sinar matahari.
Ikhwatifillah..jalan yang kita pilih untuk kita lalui ini bukanlah jalan lapang dengan berbagai kemudahan. Jalan ini dipenuhi oleh jurang-jurang keputus asaan yang curam di berbagai tempat, yang siap sewaktu-waktu menggelincirkan kita kedalamnya. Jangan harap kita dapat sampai tujuan kita dengan selamat jika kita tidak berhati-hati dalam melaluinya. Tidak ada cara lain agar kita selamat dan tidak terjatuh ketika melewati jalan ini, kecuali rapikan barisan kita dan berpegang teguh pada tali Allah.
Lelah, jumud, sakit hati dan masih banyak lagi hal-hal yang tidak kita inginkan akan mengiringi perjalanan ini. Tapi inilah jalan yang kita pilih. Jalan yang membuat kita berjanji dalam diri kita ‘kan tetap kita lalui walaupun terasa perih dan tak jarang membuat kita berurai air mata. Jalan yang tidak banyak memberikan nilai jual bagi orang lain, tapi kita…dengan rela berjuang di dalamnya.
Subhanallah…ikhwatifillah jangan pernah merasa kerdil ketika berada di barisan dakwah ini. Masing-masing kita sangat berharga, bahkan lebih berharga dari kehidupan itu sendiri. Bagaimana tidak, ketika orang lain mempertaruhkan hidupnya hanya untuk hedonisme yang semu, antum dengan mudahnya mempertaruhkan hidup, demi tegaknya dien ini. Lalu jika demikian apakah kehidupan dunia ini masih mampu menggantikan keindahan yang kelak akan kita dapatkan. Keindahan yang telah Allah janjikan kepada segolongan umat yang menyeru kepada Allah.
Ikhwatifillah, Percayalah di ujung jalan ini akan kita temukan cita-cita besar kita. Pastikan kita ikhlas melalui jalan ini. Dan…kita kan bangga ketika menerima raport kita di hari akhir kelak..
Adalah hak kita untuk mendapatkan kesuksesan, ketika kita telah tulus berdo’a dan ikhlas berikhtiar. Jika kesuksesan itu tidak kita dapatkan di dunia, maka suatu kepastian bahwa di akhirat kelak akan kita dapatkan kesuksesan itu. Karena Allah maha kaya, maha berkehendak dan...tidak akan pernah mengingkari janjinya.
Teruslah bersinar saudaraku, sekalipun mendung kelam menghalangi sinar mu...
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Smangat2!
Miuw_ink

Read Users' Comments (0)

Secuil Semangat bersama FORKITA

        
            Ikhwatifillah..begitu banyak penggalan momentum hidup yang telah kita lalui, bukan tidak mungkin jika setiap momentun tersebut kadangkala memiliki daya lontar yang luar biasa hebatnya. Lontaran yang mampu membuat kita menuju titik tertinggi dalam hidup ini atau bahkan lontaran yang akan menghempaskan kita menuju titik nol dalam rentang perjalanan hidup kita. Semua efek yang ditimbulkan dari tiap lontaran momentum itu bergantung pada bagaimana cara kita memanfaatkan momentum hidup itu sendiri.
Ya..memang, pada akhirnya segala keputusan itu ada di tangan Allah, bahkan sepersekian juta detik pun kita tidak akan pernah tau kejutan apa yang telah disediakan Allah didepan kita. Tapi bukankah masing-masing kita punya kesempatan untuk berikhtiar..
Pilihan akan selalu datang menghampiri disetiap momentum yang datang. Begitu banyak persimpangan yang akan kita temui dalam perjalanan panjang ini. Ke arah mana kita akan berjalan, merupakan tuntutan hidup yang harus kita pilih. Kita bebas merencanakan arah hidup kita, namun suatu keniscayaan bahwa disetiap pilihan itu juga terdapat konsekwensi yang tidak dapat dielakkan. Konsekwensi-konsekwensi yang mengekor pada pilihan kita inilah yang tidak dapat kita pilih.
Apakah hanya karena konsekwensi itu selanjutnya kita tidak memilih apapun..lemah sekali kita jika begitu adanya. Bahkan ketika kita tidak memilih apapun, itu berarti kita memilih untuk tidak memilih. Dan tidak memilih-puj juga memiliki konsekwensi yang tidak bisa dihindari.
Sekarang, ketika kita memilih untuk berada di jalan dakwah ini, maka bersiaplah untuk menerima konsekwensi dari pilihan ini. Jangan lantas mengeluh ketika antum diberi amanah yang cukup besar. Kerena percayalah..bahwa semua amanah yang diberikan kepada antum semata-mata datangnya hanyalah dari Allah, Allah maha mengetahui takaran yang tepat, seberapa kuatkah antum mampu untuk mengemban sebuah amanah.
Jangan lantas kecewa ketika antum merasa tidak dihargai. Karena percayalah..ketika antum ikhlas menerima ini semua, harga antum akan begitu mahal dihadapan Allah, bukankah itu yang selama ini kita dambakan??
Ataupun jangan pernah melemah ketika antum bergabung dalam gerbong dakwah ini. Karena sekali lagi roda dakwah akan terus bergulir, tidak akan pernah menanti kita yang melemah. Ketika antum mulai melemah..maka bersiaplah untuk tereliminasi dari pentas dakwah ini, karena dakwah ini tidak membutuhkan jiwa-jiwa yang lemah.
Sekarang segera refleksikan diri kita. Kita sebagai pemeran dakwah di FTP ini, sudahkah kita memanfaatkan momentum yang ada dengan baik?? Apakah dengan keberadaan kita dalam barisan dakwah di FTP ini mampu melontarkan syi’ar Islam menuju titik tertingginya ataukah kita malah menjadi benalu di barisan ini, yang terus-menerus melemahkan jaringan di dalam tubuh barisan dakwah ini, hingga mengantarkannya pada titik nol perjalanannya..
Keputus asaan terhadap amanah, kekecewaan akan kondisi yang ada dan melemahnya antum dalam barisan ini hanya akan menambah beban dakwah ini. Ikhwatifillah, bersegeralah untuk memenuhi panggilan dakwah ini, jangan pernah berhenti untuk bergerak karena dengan terus bergerak setan tidak akan sanggup hinggap. Jangan pernah menunggu hingga esok, karena belum tentu esok ruh ini masih melekat, belum tentu esok datang menyapa dan karena hidup ini tidak pernah mengenal siaran tunda.
Camkanlah dalam diri kita bahwa bukanlah dakwah yang membutuhkan kita, tetapi kitalah yang membutuhkan dakwah ini. Karena akan sangat mudah bagi Allah untuk menggantikan kita dengan kaum lainnya yang jauh lebih baik dan lebih tangguh dari kita untuk meneruskan tampuk perjuangan dakwah ini. Lalu sejauh mana kemampuan kita untuk tetap bertahan di medan dakwah ini??..tidak, bukan kemampuan tetapi kemauan karena pada dasarnya kita semua berpotensi untuk berada di medan dakwah ini. Sebuah medan juang yang tidak membutuhkan pengorbanan ala kadarnya, tetapi pengorbanan terbaik yang mampu kita berikan Tinggal kita, mau atau tidak mau untuk berada di dalamnya. Itu semua merupakan pilihan hidup kita..
                                                                                               
Sebuah coretan ketika di FORKITA
Miz u all..
Semoga ikatan ukhuwah ini tetap terjaga.
Smangat2!
Miuw_inK

Read Users' Comments (0)

Makanan Kaleng

          
            Kemasan makanan tidak hanya sekadar bungkus yang berfungsi sebagai pelindung makanan. Kemasan pada makanan mempunyai fungsi kesehatan, pengawetan, kemudahan, penyeragaman, promosi dan informasi. Kita temui ada banyak bahan yang digunakan sebagai pengemas primer pada makanan, yakni kemasan yang bersentuhan langsung dengan makanan. Tetapi dari sekian banyak itu tidak semua bahan kemasan makanan aman bagi makanan yang dikemasnya. Contoh pengemas yang sering digunakan adalah kaleng.
Kaleng dipilih orang untuk kemasan makanan karena sifatnya kedap udara, athogen ringan (lebih ringan daripada gelas yang mempunyai kekedapan yang sama), mudah dibentuk, dan tidak mudah pecah. Dengan keunggulan sifat ini, sejak abad XVIII kaleng telah digunakan sebagai pengemas pada produk aseptic.
Kaleng adalah salah satu jenis kemasan makanan yang mulai diperkenalkan pada perang dunia kedua. Kelebihan menonjol dari kemasan ini adalah bisa dilakukannya proses sterilisasi, sehingga makanan yang disimpan di dalamnya menjadi steril, tidak mudah rusak, dan awet. Kerusahan utama yang terjadi pada bahan makanan adalah kerusakan yang disebabkan oleh mikroba. Jasad renik itulah yang menyebabkan makanan jadi bau, busuk, dan bahkan menjadi beracun.
Ketika makanan dimasak, baik direbus, digoreng, dipanggang atau dikukus, maka mikroba yang menyebabkan busuk itu akan mati. Tetapi beberapa saat setelah pemasakan itu mikroba yang lain akan segera athog dan menikmati makanan tersebut. Mikroba adalah makhluk yang sangat kecil, sehingga tidak bisa terlihat oleh mata kecuali menggunakan mikroskop. Mikroba ada di mana-mana, baik di tanah, di udara, bahkan pada tubuh kita sendiri. Seperti halnya hewan, tumbuhan dan manusia, mereka adalah makhluk hidup yang juga membutuhkan makanan dan menghasilkan metabolit. Ketika menempel pada sebuah makanan, ia akan memakannya dan menghasilkan buangan atau metabolit. Buangan itulah yang berupa bau, busuk, dan racun.
Dalam kemasan kaleng, makanan dapat dipanaskan hingga suhu yang sangat tinggi dan tekanan yang tinggi pula. Dengan demikian semua mikroba yang hidup bersama makanan tersebut akan mati. Karena kaleng juga ditutup dengan sangat rapat, maka mikroba baru tidak akan bisa masuk kembali ke dalamnya. Oleh karena itu makanan kaleng dapat disimpan hingga dua tahun dalam keadaan baik, tidak busuk, dan tidak beracun. Tetapi ketahanan bahan makanan yang berada di dalamnya juga dipengaruhi oleh kualitas kaleng dan pengolahan sebelum dan saat pengalengan.
Sejumlah industri makanan dan minuman dalam kaleng telah berdiri di Indonesia. Beberapa produk hasil pertanian seperti sayuran, buah-buahan, daging, dan ikan diawetkan dengan teknik ini.
Semua jenis makanan bisa dikemas di dalam kaleng. Mulai dari daging, ikan, sayuran, buah-buahan dan makanan olahan seperti sosis, bumbu nasi goreng hingga sayur lodeh. Kini kita bisa menyaksikan berbagai jenis makanan yang dikemas di dalam kaleng ada di pasar, toko dan super market. Mereknyapun bermacam-macam, baik produksi dalam negeri maupun impor.
Pada dasarnya makanan kaleng dibedakan atas tiga kelompok berdasarkan keasaman, yaitu:
1.      Makanan kaleng berasam rendah (pH>4,6), misalnya produk-produ daging dan ikan, beberapa sayuran (jagung, buncis), dan masakan yang terdiri dari campuran daging dan sayuran (lodeh, gudeg, opor, dan  lain-lain).
2.      Makanan kaleng asam (pH 3,7-4,6), misalnya produk-produk tomat, pear, dan produk-produk lain.
3.      Makanan kaleng berasam tinggi (pH<3,7), misalnya buah-buahan dan  sayuran kaleng seperti jeruk, pikel, sauerkraut, dan lain-lain.

         Contoh makanan kaleng yang sering dijumpai di pasaran adalah:
        1. kacang merah yang dicampur dengan saus.
        2. Sosis sapi, nugget, ham, corned beef
        3. Sayuran kaleng: jamur, rebung, dan sebagainya.
        4. Ikan sarden kalengan,
Secara umum proses pengalengan ikan dalam skala industri umumnya dilakukan melalui beberapa tahap. Tahapan itu, meliputi pemilihan bahan baku, penyiangan, pencucian, penggaraman, pengisian bahan baku, pemasakan awal (precooking), penirisan, pengisian medium pengalengan, penghampaan udara, penutupan kaleng, pemasakan (retorting), pendinginan, dan pemberian label.
            Pada prinsipnya hampir semua produk asal laut dapat dikalengkan, seperti teripang, cumi-cumi, kerang, kepiting, ubur-ubur, udang, berbagai jenis ikan, dan sebagainya. Hanya saja, pada umumnya ikanlah yang paling banyak dikalengkan. Beberapa jenis ikan yang biasa dikalengkan adalah cakalang, tuna, lemuru, sardin, salmon, kembung, banyar, kenyar, bengkunis, corengan, tembang, layang, bentong, dan juhi.
            Keuntungan utama penggunaan kaleng sebagai wadah bahan pangan adalah:
1.      Kaleng dapat menjaga bahan pangan yang ada di dalamnya. Makanan yang ada di dalam wadah yang tertutup secara hermetis dapat dijaga terhadap kontaminasi oleh mikroba, serangga, atau bahan asing lain yang mungkin dapat menyebabkan kebusukan atau penyimpangan penampakan dan cita rasanya.
2.      Kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap perubahan kadar air yang tidak diinginkan.
3.      Kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap penyerapan oksigen, gas-gas lain, bau-bauan, dan partikel-partikel radioaktif yang terdapat di atmosfer.
4.      Untuk bahan pangan berwarna yang peka terhadap reaksi fotokimia, kaleng dapat menjaga terhadap cahaya.

Kelemahan penggunaan kemasan kaleng terhadap komoditas adalah:
1.      Pengolahan pada suhu tinggi menyebabkan  produk pengalengan aseptik umumnya kehilangan cita rasa segarnya. Produk cenderung memberi rasa matang. Perubahan cita rasa tampak jelas pada produk dengan bahan dasar buah dan sayur.
2.      Pemanasan suhu tinggi juga menurunkan nilai gizi produk. Khususnya komponen yang mudah rusak oleh panas. Misalnya, vitamin dan lemak tak jenuh. Fortifikasi (penambahan) vitamin dapat dilakukan untuk mengganti kehilangan selama proses.
3.      Produk kaleng juga umumnya kehilangan sifat segar. Lihat saja teksturnya. Umumnya lebih lunak dari bahan segarnya. Pada beberapa produk buah dan sayur bisa diatasi dengan penambahan bahan-bahan yang bisa memperbaiki tekstur. 
4.      Timbulnya rasa ”taint” kaleng (rasa seperti besi) yang terkadang cukup mengganggu. Rasa ini timbul terutama bila coating kaleng tidak sempurna.

Dengan pengolahan yang athoge, makanan kaleng memiliki daya simpan (shelf life) yang lama, sekalipun tidak menggunakan bahan pengawet. Tetapi, seperti sifat makanan pada umumnya, makanan kaleng tetap mengalami penurunan mutu seiring dengan lamanya penyimpanan.
Kerusakan dapat terjadi karena kurang sempurnanya pengolahan. Misalnya, selama proses sterilisasi, terjadi kebocoran kecil pada sambungan kaleng yang menggelembung, tetapi kemudian tertutup kembali setelah pendinginan. Bila dalam proses pendinginannya digunakan air kurang bersih, dapat dipastikan mikroba pembusuk akan hadir dalam kaleng melalui lobang kecil tersebut. Pada gilirannya, bila kondisi penyimpanan mendukung maka bakteri tersebut akan tumbuh dan berkembang biak dan kelak memproduksi racun.
Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba athogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa.
Namun, karena dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi komersial (bukan sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat spora atau mikroba lain (terutama yang bersifat tahan terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan. Itulah sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai, segera setelah proses pengalengan selesai.
Dalam industri pengalengan makanan, yang diterapkan adalah sterilisasi komersial (commercial sterility). Artinya, walaupun produk tersebut tidak 100 persen steril, tetap cukup bebas dari bakteri pembusuk dan athogen (penyebab penyakit), sehingga tahan untuk disimpan selama satu tahun atau lebih dalam keadaan yang masih layak untuk dikonsumsi.
Biasanya produk makanan yang dikemas dalam kaleng akan kehilangan cita rasa segarnya dan mengalami penurunan nilai gizi akibat pengolahan dengan suhu tinggi. Satu hal lagi yang juga cukup mengganggu adalah timbulnya rasa taint kaleng atau rasa seperti besi yang timbul akibat coating kaleng tidak sempurna.
Bahaya utama pada makanan kaleng adalah tumbuhnya bakteri Clostridium botulinum yang dapat menyebabkan keracunan botulinin bagi pengonsusmi makanan kaleng tersebut. Bakteri yang berbahaya ini umumnya menyukai tempat-tempat yang tidak ada udara (athogen) dan mampu melindungi diri dari suhu yang agak tinggi (termofilik) dengan jalan membentuk spora. Tanda-tanda keracunan botulinin antara lain tenggorokan menjadi kaku, mata berkunang-kunang dan kejang-kejang yang membawa kematian karena sukar bernapas. Biasanya bakteri ini tumbuh pada makanan kaleng yang tidak sempurna pengolahannya atau pada kaleng yang bocor sehingga makanan di dalamnya terkontaminasi udara dari luar.
Sejumlah kecil racun ini, katakanlah 2 mg saja, telah cukup mengakibatkan kematian orang dewasa. Setelah diserap usus kecil, racun ini mampu melumpuhkan otot-otot alat tubuh yang vital seperti jantung, paru-paru, dan alat tubuh yang lain. Untungnya, racun ini tidak tahan panas sehingga dengan pemanasan selama 6 menit (tipe A) pada suhu 80 derajat Celcius dan 15 menit (tipe B) pada suhu 90 derajat Celcius, racun tersebut sudah tidak aktif lagi.
Beberapa mikroorganisme penyebab kerusakan pada makanan kaleng adalah :
  • Dalam makanan kaleng berasam rendah (pH>4,6), yaitu; Bacillus stearothermophillus yang dapat menyebabkan flat sour atau busuk asam, Clostridium thermosacharolyticum yang merupakan bakteri anaerob thermofil, C. botulinnum proteolitik, C. sporogenes, C. putrefaciens dan beberapa mikroba pembentuk spora lainnya.
  • Dalam makanan kaleng asam (pH 3,7-4,6), yaitu; Leuconostoc mesentroides, Byssochlamys fulva, Lactobacillus dextranicum dan Lactobacillus Plantarum yang dapat merusak buah dalam makanan kaleng.
  • Dalam makanan kaleng berasam tinggi (pH<3,7), yaitu; Bacillus thermoacidurans (B. coagullans) yang merupakan bakteri termofil penyebab flat sour pada sari buah tomat, C. butyricum dan C. pasteuranium yang merupakan bakteri messofil dan beberapa bakteri tidak berspora yang sebagian besar merupakan bakteri asam laktat.   

Kecermatan dalam memilih kaleng kemasan merupakan suatu upaya untuk menghindari bahaya-bahaya yang tidak diinginkan tersebut. Boleh-boleh saja memilih kaleng yang sedikit penyok, asalkan tidak terdapat kebocoran. Selain itu segera pindahkan sisa makanan kaleng ke tepat lain agar kerusakan kaleng yang terjadi kemudian tidak akan mempengaruhi kualitas makanannya.
Penurunan mutu makanan kaleng bergantung pada sifat bahan, suhu sterilisasi dan kondisi udara dalam head space-nya. Semakin lama disimpan, semakin rendah daya simpannya (shelf life loss).
Kemunduran daya simpan ini disebut kadaluwarsa. Bila menggunakan bahan baku yang baik, proses pemanasan sempurna dan bahan pengemas yang tidak berbahaya, maka daya simpan makanan kaleng dapat mencapai tiga tahun.
Penyimpanan pada tempat yang lembab dan basah dapat melahirkan proses pengkaratan yang tidak diinginkan. Kerusakan yang lain dapat terjadi karena kurang sempurnanya pengolahan. Misalnya, selama proses sterilisasi, terjadi kebocoran kecil pada sambungan kaleng yang menggelembung, tetapi kemudian tertutup kembali setelah pendinginan.
Bila dalam proses pendinginannya digunakan air kurang bersih, dapat dipastikan mikroba pembusuk akan hadir dalam kaleng melalui lobang kecil tersebut. Pada gilirannya, bila kondisi penyimpanan mendukung maka bakteri tersebut akan tumbuh dan berkembang biak dan kelak memproduksi racun.
Selain kerusakan fisik kaleng, ada hal lain yang perlu kita ketahui sebagai langkah awal dalam membeli produk makanan kaleng di antaranya kerusakan secara biologis dan kimiawi. Kerusakan biologis meliputi kebocoran kaleng yang dapat mengakibatkan pembusukan isi kaleng dan mikroorganisme athogen dapat masuk serta berkembang biak di dalamnya. Kemudian mikroorganisme yang ditahan dalam proses pemanasan dapat merusak hidrat arang dan akhirnya dapat menjadi asam (yang menyebabkan tidak adanya gas sehingga bakteri bersifat anaerob akan membentuk spora).
Adapun kerusakan secara kimiawi mencakup pengaratan bahan pelapis kaleng (timplate) biasanya dari tembaga, timah, besi terutama pada bahan makanan yang bersifat asam karena pelepasan athogen. 
Kerusakan produk kaleng ada yang bisa dilihat secara kasat mata dari kondisi kalengnya (seperti pengembungan kaleng atau kecembungan pada sisi tertentu). Tetapi ada juga yang tidak terdeteksi dari luar. Ciri-ciri kerusakan yang dapat dilihat secara langsung dari kondisi kalengnya adalah sebagai berikut:
1.      Kembung
Kondisi kaleng yang kembung bisa terjadi karena reaksi antara produk asam yang dikemas dengan kondisi kaleng yang cacat. Makanan yang tergolong berkadar asam tinggi, misalnya jus buah-buahan. Sementara yang kadar asamnya rendah antara lain jamur, asparagus, bit, kentang, dan kacang-kacangan. Selain itu, kembung bisa pula karena jenis kaleng yang digunakan tak sesuai dengan produk yang dikemas. Jika dibuka, produk tampak normal, tapi warnanya terkadang berubah pucat. Pada kondisi lain, kembung bisa juga disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme yang menghasilkan CO2 dan H2. Akibat pembentukan gas ini, tekanan dalam kaleng menjadi tinggi sehingga
kaleng menggembung yang lama-lama bisa pecah.
2.      Penyok
Kondisi ini bisa terjadi karena benturan, jatuh, atau tertindih. Kaleng yang penyok sedikit (tak sampai membentuk sudut) biasanya tidak mengalami kerusakan isi. Namun, jika membentuk sudut, dikhawatirkan lapisan timahnya rusak sehingga kaleng bereaksi dengan produk, terutama yang berasam tinggi.
3.      Karat
Ini terjadi karena adanya reaksi antara kaleng dengan senyawa lain yang bersifat korosif. Pada kasus yang ringan, perkaratan terjadi pada tutup kaleng, sambungan kaleng, atau bagian luar saja. Pada kasus berat dapat terjadi pada seluruh bagian luar kaleng. Karat yang belum merusak bagian dalam sebenarnya tidak berbahaya. Akan tetapi, bila sudah timbul lubang, meski kecil dan sulit dideteksi, ada kemungkinan mikroba sudah menyelusup ke dalamnya.
Namun demikian, kaleng yang normal pun belum tentu bermutu baik. Selain kondisi kemasan yang kerusakannya dapat diamati secara langsung, kerusakan bisa saja baru diketahui ketika kemasan kaleng tersebut dibuka. Beberapa kerusakan dalam makanan kaleng yang tidak dapat diamati secara langsung antara lain:
1.      Stack berning
Ini terjadi karena proses pendinginan yang tidak sempurna atau dilakukan penyimpanan dalam keadaan masih panas. Akibatnya, makanan menjadi lunak, kadang-kadang berair, berwarna gelap, dan cita rasanya tak enak. Kaleng bagian dalam tampak tidak cerah. Produk ini tidak layak dimakan,
meski belum tentu berbahaya.
2.      Flat sour
Ditandai dengan bau asam yang disebabkan oleh aktivitas spora bakteri tahan panas yang tidak mati selama proses sterilisasi. Berkembangnya spora bakteri itu bisa juga disebabkan oleh proses pengolahan atau pengalengan yang tidak sempurna, dan sanitasi yang buruk. Keadaan ini seringkali menyebabkan kebusukan.
3.      Perubahan warna
Secara kimia, perubahan warna bisa disebabkan oleh pecahnya senyawa protein (pada makanan dengan kandungan protein tinggi, seperti kornet) dalam proses sterilisasi, kemudian bereaksi dengan logam kaleng dan membentuk senyawa besi athoge. Bisa juga karena aktivitas Clostridium nigrificans, bakteri anaerob pembentuk spora yang bersifat proteolitik. Bakteri ini memproduksi H2S sehingga makanan menjadi busuk dan berwarna hitam.

Umumnya produk kalengan mempunyai daya simpan antara 2 sampai 3 tahun. Tergantung pada jenis produk dan tingkat pengolahan. Produk biasanya tidak menuntut kondisi penyimpanan tertentu, dapat disimpan pada suhu kamar dan di mana saja. Namun penyimpanan pada suhu rendah dan tempat yang kering akan memperpanjang masa simpan. Makanan kaleng sebaiknya tetap disimpan dalam ruang bersuhu rendah (di bawah 10 derajat Celcius) untuk mencegah kerusakan dan pembusukan. Simpanlah produk pada kelembaban rendah untuk mencegah karat pada bagian luar kaleng dan tumbuhnya jamur. Jauhkan produk dari terpaan cahaya matahari langsung. Suhu yang terlalu tinggi dapat meningkatkan kerusakan cita rasa, warna, tekstur, dan vitamin yang dikandung oleh bahan akibat terjadinya reaksi-reaksi kimia.
Kerusakan produk yang lain dapat disebabkan oleh kurang sempurnanya pengolahan. Kurangnya suhu dan waktu pemanasan dapat memberi peluang bagi tumbuhnya mikroba yang mungkin berbahaya bagi manusia. Misalnya, Clostridium botulinum. Bakteri ini paling tahan panas dan dapat hidup pada kondisi athogen (tanpa oksigen). Botulinin, sang racun dilaporkan sangat mematikan. Tanda-tanda keracunan botulinin antara lain tenggorokan menjadi kaku, mata berkunang-kunang, dan kejang-kejang yang membawa kematian karena sukar bernafas. Untungnya racun botulinin peka terhadap pemanasan.
Biasanya bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik pada produk pH rendah seperti pada buah , sari buah, buah, dan sayuran. Tetapi Pemanasan produk ber-pH tinggi seperti pada produk daging ikan, pemanasan ringan sebelum dikonsumsi membantu pencegahan keracunan botulinin.      
Salah satu upaya pencegahan yang paling murah adalah dengan sanitasi pangan. Sanitasi pangan termasuk produk yang disimpan, ditangani, dipersiapkan, atau diproduksi, serta athoge karyawan yang menangani pangan tersebut. Hal ini juga dapat diterapkan dalam lingkungan keluarga.
Untuk mencegah pencemaran silang, bahan pangan mentah sebaiknya tidak diletakkan berdampingan dengan makanan matang. Makanan matang harus didiletakkan di rak paling atas.Jangan membiarkan tetesan air atau makanan menjatuhi makanan di bawahnya. Ceceran makanan pada rak maupun dinding lemari es bisa merupakan sumber pencemaran. Karena itu,lemari es harus dibersihkan beberapa hari sekali..Semakin lama tidak dibersihkan,semakin tinggi kadar pencemarannya. Tandanya,banyak makanan yang justru cepat membusuk bila disimpan di dalam lemari es.
Pada produk kaleng athoge, semua mikroba athogen (penyebab penyakit) dan perusak (penyebab pembusukan) dihilangkan. Produk selanjutnya ditutup dengan teknolgi khusus yakni penutupan sempurna hingga tidak dapat dilalui oleh udara, gas, dan uap air. Pada kondisi tertutup rapat seperti ini mikroba tak dapat masuk ke dalam produk. Kondisi kedap juga membuat perusakan oleh oksidasi dan sinar dapat dihindari. Ingatlah sinar dan oksidasi bisa mempercepat kerusakan produk. Itulah sebabnya walau tanpa penambahan pengawet, tidak disimpan di tempat dingin, atau perlakuan khusus lainnya, produk dapat disimpan dalam jangka waktu lama tanpa mengalami kerusakan (awet)
Prof Dr Ir Made Astawan MS, ahli teknologi pangan dan gizi Fakultas Teknologi dan Rekayasa Pertanian Institut Pertanian Bogor berpendapat, masyarakat harus jeli memilih kemasan makanan kaleng. Apalagi beberapa produk makanan kaleng yang tidak ada label registrasi Depkes RI. Ini mengkhawatirkan, karena makanan itu bisa jadi sudah kadaluarsa, mengandung bahan beracun, dan zat tertentu yang bermasalah. Beberapa bahan makanan yang belum teregistrasi itu mengandung bahan makanan yang tidak halal.
Kiat sehat mengkonsumsi makanan kaleng, paling tidak harus mempertimbangkan lima hal berikut:
1.      Jangan mengkonsumsi makanan kaleng yang dicurigai sudah menunjukkan tanda-tanda kerusakan, seperti kaleng kembung, berkarat, penyok, dan bocor.
2.      Makanan dalam kaleng sebaiknya dipanaskan sampai mendidih selama 10 menit sampai 15 menit sebelum dikonsumsi. Ketika dikalengkan, makanan itu memang sudah dimasak. Namun pengolahan ulang sangat perlu untuk mengantisipasi adanya mikrobakteri yang mungkin telah berkembang di dalam makanan. Dengan cara memasak terlebih dulu secara maksimal, mikrobakteri yang ada bisa mati. Meski beberapa makanan kaleng terdapat bahan pengawet tertentu, namun tidak menutup kemungkinan mikroba patogen bisa tumbuh.
3.      Bacalah label secara seksama dan perhatikanlah tanggal kadaluwarsa. Demi keamanan, pilihlah produk yang belum melampaui tanggal kadaluwarsa. Bahan pengawet yang biasa dipakai produsen makanan kaleng adalah garam. Idealnya makanan yang telah dipanaskan dalam suhu tinggi dan dimasukkan ke dalam kaleng akan bertahan selama satu tahun. Lamanya masa kedaluarsa terjadi karena kemasan kaleng itu kedap udara, sementara kandungan garam pada makanan kaleng itu tinggi. Garam, selain untuk bumbu makanan, juga mampu mencegah tumbuh dan berkembangnya mikroba patogen penyebab makanan busuk. Maka tidak heran beberapa makanan kaleng tertentu seperti kornet, terasa sangat asin.
4.      Makanan kaleng yang sudah dibuka harus digunakan secepatnya karena keawetannya sudah tak sama dengan produk awalnya. Bila dicurigai adanya kebusukan, makanan kaleng tersebut harus dibuang. Makanan kaleng harus dikonsumsi untuk sekali makanan karena makanan kaleng sangat mungkin mengalami kerusakan walau disimpan di dalam kulkas. Padahal makanan yang rusak bisa berakibat fatal. Ini karena pada makanan yang rusak bisa bersemayam Clostridium botulinum
5.      Hindari pula mengonsumsi makanan kaleng yang kemasannya sering terkena sinar matahari langsung. Ini dapat menimbulkan kerusakan gizi yang cukup signifikan.

Tugas Mikpang
Miuw_inK

Read Users' Comments (4)

Seberapa Pentingkah??

seringkali angkuh seseorang menganggap dirinya lebih penting dibandingkan yg lain, menganggap waktunya lebih berharga dr yg lain..
tidakkah qt sama2 menyadari bahwa setiap qt adalah penting, setiap waktu qt adalah berharga..
tidakkah qt sama2 telah memahami bahwa nilai lebih terjadi ketika ada pembanding dari yg lain..
dengan demikian pribadi yang lain adalah sama pentingnya dg diri qt, waktu yg dimiliki org lain sama berharganya dg waktu qt..krn tanpa yg lain, qt tdk akn bernilai lebih..
proton tidak akan disebut bermuatan positif ketika tidak ada elektron yg bermuatan negatif..
langit tidak akan dijunjung ketika tidak ada bumi yg dipijak..
memahami setiap jengkal usaha qt sebagai titik-titik ordinat yang kelak akan membentuk garis linier, menuju perbaikan akan membuat hidup qt bermakna dibandingkan hanya menilai seberapa pentingkah diri qt & seberapa berhargakah waktu qt dibandingkan yg lain..
krn stiap qt adalah penting, stidaknya bg diri itu sendiri..
krn stiap waktu qt adalah berharga, bahkan di tiap detiknya, stidaknya untuk membentuk hitungan 1 menit..
meletakkan segala sesuatu pada tempatnya akn membuat segala sesuatunya tampil dg indah..
seperti sepatu yang akan tampak indah ketika diletakkan di kaki, seindah apapun sepatu, akan tampak buruk ketika diletakkan di kepala..

Smangat2!!
Miuw_inK 

Read Users' Comments (0)

Sekilas tentang Kakao

Tinjauan Umum tentang Kakao (Theobroma cacao L.)
Kata cokelat berasal dari xocoatl (bahasa suku Aztec) yang berarti minuman pahit (Anonymousa, 2006). Sedangkan Bapak nomenklatur botani, Carolus Linnaeus telah memberi nama genus dari tanaman kakao Theobroma cacao, yaitu Theobroma yang berarti makanan dari dewa (Anonymousb, 2006).
Cokelat dihasilkan dari pohon kakao (Theobroma cacao) yang diperkirakan mula-mula tumbuh di daerah amazon utara sampai ke Amerika Tengah . Kakao sangat penting dalam kebudayaan Mesoamerika masa itu, yaitu suku Maya, Toltec, dan Aztec. Diperkirakan kebiasaan minum coklat suku Maya dimulai sekitar tahun 450 SM – 500 SM (Anonymousc, 2006).
Kakao diperkenalkan ke Eropa, tepatnya di Spanyol , pertama kali oleh Christopher Columbus sekitar tahun 1502 sepulangnya ia dari pelayaran terakhirnya di kepulauan Karibia. Dikarenakan manfaat dan flavornya yang khas, cokelat menyebar dengan cepat di Eropa (Anonymousd, 2006). Sepanjang abad ke 17 , coklat menyebar di antara kaum elite Eropa, kemudian lewat proses yang demokratis harganya menjadi cukup murah, dan pada akhir abad itu menjadi minuman yang dinikmati oleh kelas pedagang (Anonymous c, 2006).
Semua coklat Eropa dikonsumsi sebagai minuman dan baru pada tahun 1847 ada coklat padat (Anonymousc, 2006). Dalam perkembangannya coklat tidak hanya menjadi minuman tetapi juga menjadi snack yang disukai anak-anak, remaja, maupun orang dewasa (Anonymousa, 2006).
Tanaman kakao dapat tumbuh subur dan berbuah di daerah tropis. Terletak antara 20°LU – 20°LS dengan ketinggian 1-600 m dari permukaan laut, tetapi kadang-kadang juga masih bisa tumbuh pada ketinggian 900 m dari permukaan laut. Tanaman kakao tidak tahan terhadap kekeringan yang panjang, curah hujan yang dibutuhkan adalah 1600 – 3000 mm per tahun. Suhu harian yang baik untuk pertumbuhan adalah 24-28°C dengan kelembaban 80% (Sunanto, 1992).
Tanaman ini berbunga sepanjang tahun. Jumlah bunga kakao mencapai 500–12000 bunga/pohon/tahun, tetapi jumlah buah batang yang dihasilkan hanya sekitar 1%. Penyeburkan bunga kakao dibantu oleh serangga Farcipomiya spp (Sunanto, 1992).
Klasifikasi tanaman kakao adalah sebagai berikut (Anonymousc, 2006):
Kingdom : Plantae (Plants)
Subkingdom : Tracheobionta (Vascular plants)
Superdivison : Spermatophyta (Seed plants)
Division : Magnoliophyta (Dicotyledon)
Class : Magnoliopsida (Dycotyledons)
Subclass : Dilleniidae
Order : Malvales
Family : Sterculiaceae
Genus : Theobroma L.
Species : Theobroma cacao L.
Umumnya tanaman kakao dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu :
· Jenis Criollo
Nama lain untuk jenis Criollo adalah cokelat Mulia atau Fine Flavor atau Choiced Cocoa atau Edel Cocoa. Buahnya bewarna merah atau hijau, kulit buahnya tipis berbintik-bintik kasar dan lunak. Biji buahnnya berbentuk bulat telur dan berukuran besar denagn kotiledon bewarna putih pada waktu basah (Sunanto, 1992).
Bagi produsen coklat , warna kotiledon atau nib adalah pembeda utama antara jenis Criollo dan Forestero. Criollo mempunyai nib bewarna putih dan jenis ini adalah satu-satunya jenis yang diolah pada awalnya. Coklat yang dibuat dari Criollo mempunyai warna sangat coklat mengkilap seperti susu coklat dan mempunyai flavor khas coklat yang sedap. Dengan mencium flavornya saja dapat ditentukan jenis coklatnya. Karena mutunya yang sangat baik. Criollo dikenal sebagai kakao kualitas superior. Namun kakao jenis ini mempunyai kelemahan yaitu pertumbuhannya yang kurang cepat disbanding Forastero dan sifatnya yang rentan terhadap penyakit tanaman (Hancock, 1997).
Ada dua jenis tanaman kakao selain Criollo dengan nib bewarna mengkilat. Yaitu jenis catongo dari Brazil dan jenis klon Djati Renggo (DR) atau dikenal dengan nama Java Criollo. Kedua jenis yang mirip Criollo tersebut adalah mutan dimana Catongo berasal dari Forastero dan klon Djati Renggo berasal dari Trinitario (Hancock, 1997).
· Jenis Forastero
Jenis ini menghasilkan biji coklat yang mutunya sedang atau Bulk cocoa atau dikenal sebagai Ordinary cocoa. Buahnya bewarna hijau dan kulitnya tebal. Biji buahnya tipis atau gepeng dan kotiledonnya bewarna ungu pada waktu basah (Sunanto, 1992). Kako jenis Forastero mengambil sekitar 95% dari hasil panen dunia (Hancock, 1997).
· Jenis Trinitario
Trinitario menghasilkan biji yang termasuk Fine Flavour dan ada juga yang Bulk Cocoa. Buahnya bewarna hijau atau merah dan bentuknya bermacam-macam (Sunanto, 1992). Awal mulanya jenis Trinitario dinyatakan sebagai hasil hibridisasi antara Forastero dan Criollo. Bagaimanapun, fakta menunjukkan bahwa jenis Trinitario relativ mendekati Criollo (Hancock, 1997).
Perbedaan fisik antara kakao mulia dan kakao landak dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Tabel 1) :
Tabel 1. Perbedaan Fisik antara Kakao Edel dan Kakao Bulk
Kakao mulia/ Edel
Kakao Landak/ Bulk
bentuk buah bulat telur sampai lonjong
Bentuk buah umumnya bulat sampai bulat telur
Warna buah merah muda
Warna buah hijau muda
Biji besar dan bulat
Biji gepeng dan kecil
Berat biji kering lebih dari 1,2 gram
berat biji kering rata-rata 1 gram
Warna kotiledon dominan putih
Warna kotiledon dominant ungu
Kandungan lemak biji kurang dari 56%
kandungan lemak biji mendekati atau lebih dari 56%
Ukuran dan berat biji homogen
Ukuran dan berat biji heterogen
Aroma dan rasa lebih baik
Aroma dan rasa kurang

Struktur buah kakao secar garis besar terdiri dari empat bagian yaitu kulit, plasenta, pulp, dan biji. Buah kakao masak berisi 30-40 biji yang masing-masing diselimuti oleh pulp, sedangkan biji kakao terdiri dari dua bagian yaitu kulit biji dan keping biji. Keping biji meliputi 86% sampai 90% dari berat kering biji sedangkan kulit biji sekitar 10-14% (Syarief, 1988).
Komposisi kimia pulp, keping biji (nib), dan kulit nib dapat dilihat pada tabel berikut ini (Tabel 2 & 3) :
Tabel 2. Komposisi Kimia Pulp Kakao
Komponen
Kandungan (%)
Air
80 – 90
Albuminoid
0.5 – 0.7
Glukosa
8 – 13
Sukrosa
0.4 – 1.0
Pati
sedikit
Asam
0.2 – 0.4
Besi Oksida
0.03
Garam-garam
0.4 – 0.45
Sumber : Nasution (1976).
Tabel 3. Komposis Kimia Biji dan Kulit Biji Kakao

Keping biji (%)
Kulit Biji (%)
Air*
2.1
3.8
Lemak
54.7
3.4
Abu
2.7
8.1
Nitrogen
  • Total N
  • Protein
  • Theobromin
  • Kafein
2.2
1.3
1.4
0.07
2.8
2.1
1.3
0.1
Karbohidrat
  • Glukosa
  • Pati
  • Pektin
  • Serat kasar
  • Selulosa
  • Pentosa
  • Gum
0.1
6.1
4.1
2.1
1.9
1.2
1.8
0.1
-
8.0
18.6
13.7
7.1
9.0
Tanin
  • Asam tanat
  • Cacao purple & brown
2.0
4.2
1.3
2,0
Asam Organik*
  • Asam asetat
  • Asam oksalat
  • Asam sitrat
0.1
0.3
-
0.1
0.3
0.7
*Air dan asam organik mempunyai kadar yang beragam tergantung dari proses pengeringan dan roasting. Sumber Minifie (1999).
Dari tabel 3 terlihat bahwa lemak merupakan komponen terbesar penyusun keping biji kakao. Lemak kakao merupakan jenis lemak yang paling sesuai untuk makanan cokelat, karena memilikikarakterisitk khas yang tidak dimiliki oleh lemak lain. Lemak kakao bewarna kuning pucat , bersifat padat dan rapuh pada suhu di bawah 20°C, mulai melunak pada suhu 30-32°C dan mencair pada suhu sekitar 35°C (Sulistyowati, 1995). Berikut ini asam-asam lemak yang terdapat pada lemak kakao :
Tabel 4. Asam lemak- asam lemak pada lemak kakao
Asam Lemak
Atom Karbon
Ikatan rangakap
%
Miristat
14
0
0.1
Palmitat
16
0
25.8
Palmitoleat
16 : 1
1
0.3
Stearat
18
0
34.5
oleat
18 : 1
1
35.3
Linoleat
18 :2
2
2.9
Arakidat
20
0
1.1
Sumber : Minifie (1989).

Istilah-istilah
Pada umumnya di masyarakat terdapat kerancuan istilah yang berhubungan dengan buah kakao/ cokelat yaitu antara cacao, cocoa, dan chocolate. Menurut Minifie (1999) istilah yang benar adalah :
  • Istilah cacao merupakan istilah untuk bagian yang berhubungan dengan buah dan biji cokelat atau pohonnya, baik berupa biji yang belum maupun yang sudah difermentasi.
  • Istilah cocoa merupakan istilah untuk bentuk produk yang dihasilkan dari biji (yaitu lemak dan bubuk cokelat)
  • Istilah chocolate merupakan istilah untuk hasil olahan cokelat lebih lanjut yang berbentuk padat seperti milk chocolate atau sweet chocolate.
Beberapa istilah penting lainnya berdasarkan SNI 01-3747-1995 antara lain (Anonymousd, 1995):
· Biji kakao adalah biji tanaman kakao (Thebroma cacao L.) yang telah difermentasikan, dibersihkan, dan dikeringkan.
· Keping biji kakao adalah biji kakao yang telah dihilanglan kulitnya.
· Kakao massa adalah produk berbentuk pasta yang diperoleh dari kakao nib(keping biji kakao ) melalaui proses mekanis tanpa menghilangkan kandungan lemaknya.
· Kakao bubuk didefinisikan sebagai produk kakao berbentuk bubuk yang diperoleh dari kakao massa setelah dihilangkan sebagian lemaknya dengan atau tanpa perlakuan alkalisasi.
Menurut Codex Alimentarius, lemak kakao adalah lemak yang dihasilkan dari satu atau lebih berikut ini : biji kakao, nib kakao (keping biji kakao), cocoa liquor (kakao massa/ pasta kasar), bungkil kakao yang dipres secara mekanis maupun penambahan pelarut yang diijinkan. Lemak kakao tidak boleh mengandung lemak kulit biji kakao atau lembaga jika dihasilkan dari biji utuh (Beckett, 1994).

Proses Pengolahan
Penyangraian (Roasting)
Penyangraian merupakan tahapan utama yang harus dilakukan dalam proses produksi bubuk kakao maupun pasta cokelat. Selama penyangraian terjadi reaksi-reaksi kimia pembentukan aroma khas cokelat melalui reaksi Maillard (Jinap et al, 1998).
Metode roasting ada 3 macam yaitu whole bean roasting, nib roasting, dan liquor roasting. Whole bean roasting adalah dilakukannya penyangraian setelah biji kakao dibersihkan. Sedangkan pada nib roasting penyangraian dilakukan setelah biji kakao di-winnowing dan menjadi nib. Dan liquor roasting adalah metode penyangraian setelah biji di winnowing dan dipastakan (di-grinding) sehingga menjadi liquor. Biasanya temperatur yang digunakan untuk penyangraian antara 1100C dan 1400C saat kadar air berkurang sebanyak 3%. Proses penyangraian total lamanya antara 45 menit dan 1 jam. Setelah penyangraian, produk biasanya didinginkan pada pendingin eksternal. Perlakuan suhu tinggi selama roasting diiringi dengan semakin berkurangnya kelembaban pada biji kakao mengakibatkan terbunuhnya mikroba kontaminan seperti Salmonella yang mungkin terkontaminasi pada biji kakao selama pengeringan tanah/di tempat terbuka (Beckett, 1994).
Resiko utama adanya kontaminasi pada biji kakao yang tidak ter-treatment yaitu bahaya yang dibawanya akan ditransfer hingga ke pabrik pengolahan. Dan untuk alasan ini, prosedur pra-penyangraian atau prosedur sebelum proses penyangraian seperi pembersihan biji biasanya dilakukan di gedung yang terpisah (Kleinert, 1996):
1. Perubahan Fisik
Perubahan fisik yang terjadi adalah penurunan berat biji kakao (0,2-0,5% dari berat) karena terjadi penurunan kadar air biji dan terjadi perubahan warna biji kakao menjadi lebih gelap.
2. Perubahan Kimia
Jika biji mendapat perlakuan panas maka akan terjadi reaksi browning non enzimatis yang meliputi reaksi maillard dan karamelisasi.
Secara tradisional biji kakao disangrai dalam batch kecil dengan jumlah biji kakao beberapa ribu kilogram dalam alat penyangrai berbentuk bola.
Operator mesin dapat memindahkan beberapa biji kakao yang telah diproses di mesin penyangrai atau dituangkan ke baki pendingin. Berdasarkan aroma biji kakao yang diinginkan maka diatur temperatur dan waktu yang diperlukan untuk memastikan bahwa flavor yang terbentuk adalah flavor yang tepat (Beckett, 1994).
Mutu produk kakao hasil sangrai ditentukan oleh mutu biji dan kondisi penyangraiannya (Minifie, 1999). Oleh karena itu, penyangraian merupakan proses yang harus benar-benar diperhatikan untuk menghasilkan produk cokelat yang bermutu baik (Hoskin & Dimick, 1997).
Biji kakao bervariasi ukurannya tergantung pada negara asal tempat tumbuh tanaman kakao, kondisi iklim, musim ketika buah dipetik, dan sejumlah faktor lainnya. Ketika kondisi penyangraian telah diatur untuk menentukan ukuran rata-rata biji kakao ternyata biji kakao yang lebih kecil ukurannya mengalami over-roasted dan akibatnya komponen flavor yang terbentuk adalah komponen flavor tidak diinginkan. Sedangkan biji kakao yang lebih besar ternyata kurang cukup tersangrai pada bagian tengahnya akibatnya tidak semua komponen pemicu flavor telah terkonversi dan akibatnya flavor cokelat akan berkurang (Beckett, 1994).
Untuk mengatasi masalah tersebut, ada dua alternatif yang dapat dikembangkan. Pertama, yaitu hanya bagian tengah biji kakao saja yang disangrai, sehingga potongan biji yang terbentuk lebih kecil dan pemanasan dapat lebih mudah menjangkau bagian tengah biji kakao. Metode ini dikenal dengan metode penyangraian nib atau nib roasting. Metode kedua, yaitu dengan mengubah nib kakao menjadi liquor kakao. Pada kakao dalam bentuk liquor lemak coklat telah terbebaskan dari sel-sel dalam biji kakao, sehingga pada kondisi hangat maka bentuknya berubah jadi cair. Cairan ini kemudian dipanaskan dengan proses yang dikenal dengan istilah liquor roasting atau penyangraian liquor. Kedua metode tersebut memerlukan pemisahan kulit atau shell biji kakao sebelum proses penyangraian dilakukan (Beckett, 1994).
Selama proses penyangraian terbentuk 400-500 komponen yang telah diidentifikasi dari bermacam bentuk fraksi volatil dan non-volatil pada cokelat. Komponen tersebut termasuk dalam jenis hidrokarbon, alkohol, aldehid, keton, ester, amina, aksazol, komponen sulfur, and lain-lain (Hoskin & Dimick, 1997).
Pengupasan Kulit Biji Kakao
Komponen biji kakao yang berguna untuk bahan pangan adalah daging biji (nib), sedangkan kulit biji merupakan limbah yanng saat ini banyak dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak (Mulato, dkk, 2005). Sebab, adanya shell atau kulit yang terikut dalam produk cokelat akan memberikan flavor inferior (Beckett, 1994). Oleh karena itu kulit biji perlu dikupas sehingga terpisah antara kulit dengan daging biji kakao (nib kakao).
Winnowing adalah proses untuk memisahkan kulit biji dan beberapa lembaga dari biji. Sesuai namanya, winnowing ini mirip dengan prinsip yang dipakai untuk memisahkan jagung dari tongkolnya pada saat panen (Beckett, 1994).
Hal yang sangat diinginkan dalam proses ini winnowing ini adalah menjaga agar nib tetap dalam potongan besar (bukan berupa serpih kecil) sehingga mudah dipisahkan dari kulit atau shell. Adanya sepotong kecil nib yang masih melekat dengan shell akan ikut terbuang. Oleh karena itu, secara ekonomis sangat penting untuk melakukan proses winnowing dengan tepat dan teliti (Beckett, 1994).
Proses winnowing memiliki titik kritis untuk dua alasan. Pertama ialah kemurnian pada produk akhir. Membuat bubuk kakao bebas dari kulit biji sangat sulit, teknik pemisahan tidaklah sempurna dan batas maksimum kandungan kulit biji pada bubuk kakao adalah 1,75%. Beberapa industri mampu menguranginya sampai 1,5%. Yang kedua ialah profitabilitas. Kandungan nib setelah proses ini haruslah 83-84%, dan mengandung 1-1,75% kulit biji dan kadar air setelah penyangraian sekitar 1,5-3% tergantung dari derajat penyangraian. Kehilangan pada proses ini memiliki efek disproporsional pada harga jual kembali biji (Dand, 1993).
Proses winnowing menghasilkan rata-rata nib 78-80%, kulit biiji 10-12% dengan sejumlah kecil lembaga, dan 4% partikel non kakao sebagai pengotor (Belitz and Grosc, 1999).
Metode pemisahan antara daging dan biji dan kulit biji juga dapat dilakukan dengan metode Desheller dan dilakukan secara mekanis dengan menggunakan mesin. Mesin desheller akan menghasilkan fraksi nib dan fraksi kulit dengan ukuran dan sifat fisik yang berbeda secra bersamaan. Saat membentur silinder pemecah yang berputar, nib akan pecah dengan ukuran yang relatif besar dan seragam karena nib mempunyai sifat elastis. Sebaliknya, kulit biji karena sifatnya rapuh terpecah menjadi partikel-partikel yang halus dan mudah dipisahkan dari butiran nib dengan cara hisapan (pneumatik). Meskipun demikian tidak seluruh butiran nib dapat dipisahkan dari partikel kulit secara sempurna. Presentase kulit terikut nib sebesar 0,6%, sebaliknya presentase nib terikut kulit sebesar 1%. Ukuran rata-rata butiran nib adalah 10 mesh. Partikel-partikel kulit biji diendapkan dalam silikon agar tidak mengotori lingkungan (Mulato, dkk, 2005).
Pemastaan Kasar
Untuk dapat digunakan sebagai bahan baku makanan dan minuman, nib yang semula berbentuk butiran padat kasar harus dihancurkan samapai ukuran tertentu (<20m µ) dan menjadi bentuk pasta cair kental. Proses pemastaan atau penghalusan nib kakao umumnya dilakukan dengan cara penghancuran untuk merubah biji kakao padat menjadi pasta dengan kehalusan butiran 40 mµ dengan menggunakan mesin silinder (Mulato, dkk, 2005).
Lebih dari setengah berat nib adalah lemak, efek dari penghalusan (pemastaan), bersama dengan panas yang terbentuk dari proses penghalusan, menyebabkan nib yang padat menjadi cair, dan akan memadat jika temperatur turun dibawah titik lelehnya. Derajat kehalusan ukuran partikel sangat pentiing. Liquor yang digunakan untuk pembuatan lemak kakao dan bubuk, jika terlalu halus akan sulit untuk dipress. Namun, jika terlalu kasar pengepresan tidak akan sempurna dikarenakan sejumlah lemak masih terjebak dalam struktur sel (Dand, 1993).
Alkalisasi
Umumnya cocoa liquor yang akan digunakan dalam pembuatan bubuk cokelat atau cocoa powder di-alkalisasi terlebih dahulu, tetapi hanya sedikit liquor yang digunakan untuk membuat cokelat diberi perlakuan ini. Adapun proses alkalisasi ini telah dikembangkan di Belanda sejak abad 19 sehingga alkalisasi dikenal juga dengan istilah Dutching Process. Alasan untuk melakukan proses ini adalah untuk meninimalkan terjadinya aglomerasi pada saat cokelat bubuk dilarutkan dengan susu atau air. Kemampuan alkali untuk melakukan hal belum sepenuhnya pasti, tetapi proses alkallisasi jelas mempengaruhi dua aspek dalam cokelat yaitu flavor dan warna (Beckett, 1994).
Menurut Minifie (1999) ada 4 macam cara alkalisasi, yaitu:
1. Alkalisasi biji kakao (whole beans)
Biji kakao di treatment dengan larutan alkali dalam roaster sehingga larutan tersebut akan terserap oleh kulit biji. Namun kerugian proses ini adalah sedikitnya alkali yang terpenetrasi ke dalam nib dan hasilnya pun tak seragam. Biasanya bubuk kakao menjadi berwarna merah cerah.
2. Alkalisai keping biji (nib)
Proses ini menggunakan drum-drum untuk merendam keping biji setelah dilakukan penyangraian. Keping biji direndam dalam larutan alkali hangat (700C) samapai sempurna. Setelah perendaman, keping biji yang basah dikeringkan.
3. Alkalisasi bubur cokelat/ liquor
Perendaman dalam larutan alkali dilakukan terhadap bubur cokelat hasil penggilingan. Alkalisasi ini biasanya dilakukan dalam tangki.
4. Alkalisasi bungkil cokelat/ cocoa cake
Proses ini digunakan untuk bahan dengan kandungan lemak rendah yaitu terhadap bungkil hasil pengepresan.
Kerugian dari alkalisasi adalah adanya lemak kakao pada nib, yang bisa rusak akibat reaksi penyabunan/interesterifikasi (Meursing, 1997). Karena molekul cocoa butter tersusun atas tiga asam yang menempel pada rangka dasar berupa gliserol. Asam ini dapat bereaksi dengan alkali menghasilkan flavor tersabun atau soapy flavor. Untuk mengatasinya, maka sejumlah kecil asam etanoat atau asam tartarat dapat ditambahkan setelah proses alkalisasi yang bertujuan untuk menurunkan pH (Beckett, 1994).
Alasan lain dilakukannya alkalisasi adalah untuk memicu perubahan warna pada kakao akibat adanya reaksi dari senyawa tannin (polihidroksifenol). Dimana senyawa tannin tersebut tersusun atas molekul epikatekin yang selama tahap fermentasi, pengeringan, dan penyangraian saling bersatu, kemudian teroksidasi atau bereaksi dengan komponen kimia lain dalam kakao. Reaksi alkalisasi ini akan meningkatkan jumlah molekul warna dan membuat kakao menjadi lebih gelap. Proses alkalisasi juga memerlukan kehati-hatian dalam mengatur pH, kelembaban, suhu penyangraian, dan lamanya waktu karena ada kemungkinan akan dihasilkannya beraneka macam warna dalam range yang luas (Beckett, 1994).
Pengepresan (Defatted)
Lemak kakao dikeluarkan dari pasta kakao dengan cara dikempa atau di-press. Rendemen pengempaan sangat dipengaruhi oleh kondisi pasta seperti suhu, kadar air, ukuran partikel, dan tekanan kempa. Lemak kakao akan relatif mudah dikempa pada suhu antara 40-450C, kadar air <4% dan ukuran partikel <75mm. pengempaan pasta dilakukan di dalam tabung yang dilengkapi dengan pennyaring 120 mesh dengan tekanan hidrolik sampai 40 atm. Karena tekanan hidrolik, lemak akan terpisah dari pusat dan keluar dari saringan lewat dinding tabung dalam fase cair berwarna putih kekuningan. Jika dibiarkan pada suhu kamar (<370C), lemak kakao akan membeku dan mudah dibentuk. Lemak kakao memiliki sifat khas yakni bersifat plastis. Kandungan senyawa lemak padat relatif tinggi, warna putih-kekuningan dan mempunyai bau khas cokelat.
Lemak kakao banyak diolah untuk produk makanan setelah dicampur dengan pasta, gula, dan bahan-bahan lainnya untuk dibuat menjadi makanan cokelat. Lemak cokelat juga banyak dipakai sebagai bahan baku industri farmasi dan kosmetika. Sedangkan sisa hasil kempaan adalah bungkil padat dengan kandungan lemak berkisar antara 10-22% tergantung pada permintaan konsumen. Bungkil merupakan bahan baku utama pembuatan bubuk cokelat untuk makanan atau minuman. Saat ini dikenal pasar bubuk cokelat dengan 3 tingkatan kadar lemaknya, yaitu kadar lemak rendah (10-12%), medium (13-17%) dan lemak tinggi (>17% sampai 22%) (Mulato, dkk, 2005).
Pengayakan
Bubuk cokelat dihasilakan dari bungkil yang merupakan residu dari pengempaan pasta. Namun untuk mengubah bungkil menjadi bubuk cokelat ada tahapan-tahapan proses yang harus dilalui. Salah satunya adalah tahap pengayakan.
Pada tahap ini padatan bungkil dihaluskan dengan alat pengalus tipe roll. Keberadaan senyawa lemak dalam bungkil sangat berpengaruh pada kinerja dan hasil penghalusan bungkil. Dengna kandungan lemak yang relatif masih tinggi (10-22%), bungkil hanya bisa dilembutkan dengan cara cermat. Jika suhu penghalusan di bawah 34oC, fraksi gliserida di dalam lemak kakao menjadi tidak stabil dan menggumpal kembali membentuk bongkahan (lump). Sebaliknya, jika suhu penghalusan di atas 40oC, lemak akan mencair. Untuk itu, suhu penghalusan harus dikontrol secara cermat agar diperoleh bentuk bubuk yang stabil baik dari baik aspek warna maupun sifat-sifat alirnya (flow ability) (Mulato, dkk, 2005).
Bubuk cokelat yang telah halus diayak untuk memeperoleh ukuran partikel yang seragam dengan menggunkan mesin pengayak dengan menggunakan mesin pengayak tipe getar. Suhu ayakan dikontrol sedemikian rupa agar lemak tidak meleleh dan menutupi lubang-lubang ayakan. Bubuk yang masih kasar (tertinggal di atas ayakan 120 mesh) digiling lagi sampai halus yng lolos ayakan merupakn produk yang siap jual (Mulato, dkk, 2005).
Mixing
Untuk membuat variasi jenis produk, bubuk cokelat halus dapat juga dicampur susu, gula, bahan lain sebagai penyedap (vanila) dengan proporsi tertentu sesuai kesukaan pasar. Proses pencampuran bahan-bahan tersebut dilakukan pada mesin pencampur (Mulato, dkk, 2005).
Pengemasan
Kemasan adalah suatu tempat atau wadah yang digunakan untuk mengemas suatu produk, yang telah dilengkapi dengan tulisan, label dan keterangan lain yang menjelaskan isi, kegunaan lain-lainnya yang dirasa perlu disampaikan kepada konsumen. Kemasan disebut juga pembungkus, wadah atau pengepak yang mempunyai peranan penting di dalam pengawetan bahan pangan (Susanto dan Sucipta, 1994).
Pengemasan bertujuan untuk mempertahankan aroma, citarasa dan sekaligus penampilan produk-produk makanan cokelat ketika diangkut, dijajakan dan disimpan. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keawetan makanan cokelat adalah suhu lingkungan, kelembaban dan kandungan oksigen di dalam kemasan. Uap air di dalam kemasan akan menghidrolisa senyawa kimia yang ada di dalam makanan cokelat dan menyebabkan bau apek (stale). Sedangkan, oksigen akan mengurangi aroma dan ciarasa cokelat karena prose oksidasi. Untuk itu, bahan pengemas harus mempunyai sifat-sifat khusus antara lain mempunyai daya transmisi yang rendah terhadap uap air dan oksigen. Demikian juga mempunyai sifat permeabilitas yang rendah terhadap aroma dan bau.
Beberapa jenis kemasan yang umum adalah plastik transparan, alumunium foil dan kotak kardus. Kemasan juga harus ditutup rapat (seal) dengan perlakuan panas dan tekanan. Usia simpan makanan atau bahan cokelat dapat diperpanjang jika oksigen di dalam kemasan dikurangi ke tingkat yang paling rendah (<1%) atau jika mungkin nol persen. Untuk itu, beberapa jenis kemasan menggunakan sistem vakum (Mulato, dkk,2005).
Berikut ini adalah 6 fungsi utama kemasan antara lain (Susanto dan Sucipta, 1994):
1. Menjaga produk bahan pangan agar tetap bersih dan merupakan pelindung terhadap kotoran dan kontaminasi lain.
2. Melindungi makanan terhadap kerusakan fisik, kaadar air, cahaya.
3. Dapat berfungsi dengan baik, efisien dan ekonomis selama proses penempatan makanan ke dalam wadah kemasan serta mengurangi terjadinya pencemaran, penysutan, tumpah dan tercecernya bahan pangan.
4. Mempunyai kemudahan dalam membuka dan penutupan, mempermudah cara penggunaan produk serta memudahkan dalam tahap-tahap penanganaan melalui gudang dan pengangkutan selama distribusi.
5. Ukuran bentuk dan bobot dari unit wadah (memenuhi standar) mudah dibuang dan mudah dibentuk atau dicetak.
6. Menampakkan identifikasi, informasi dan penampilan serta mencegah pemalsuan yang penting dalam penjualan sehingga meningkatkan daya saing.
Salah satu bentuk kemasan yang biasa dipakai adalah karton. Menurut Susanto dan Sucipta (1994) karton merupakan suatu jenis kertas yang tebal, pada umumnya dipergunakan sebagai bahan pengemas kedua produk pada suatu industri pangan maupun non pangan.
Cokelat biasa dijual dalam berbagai bentuk dimana produk tidak hanya mengandung cokelat saja tetapi juga ada ingredient lain seperti buah, kacang, dan karamel yang mungkin saja dapat mengalami kerusakan selama penyimpanan. Pengemas yang baik untuk produk cokelat harus bersifat memberikan penghalang yang baik bagi cahaya, oksigen, uap air/kelembaban, dan aroma asing selain aroma asli produk (Robertson, 1993).
Beberapa material yang biasa digunakan untuk susu bubuk antara lain; kaleng, berbahan metal, fiber cans dan pengemas laminasi (alumunium foil atau plastik laminating). Saat ini alumunium foil atau plastik laminating telah diperkenalkan untuk menggantikan posisi pengemas kaleng berbahan timah. Model pengemas ini dapat dibentuk, diisi dengan gas, dan disegel atau di-seal dengan menggunakan mesin tunggal dari batang kumparan (reel stock).
Pengisian gas atau gas flushing dilakukan dengan menjenuhkan bahan berbentuk bubuk dengan gas inert dimana tahapan gas flushing tidak dijumpai dalam pengemasan dengan kaleng. Keuntungan utama dengan pengemas tipe laminasi ini biaya yang dibutuhkan lebih rendah dan berat material juga lebih ringan. Namun kekurangan, yaitu bungkus laminaasi ini tidak dapat memiliki kekuatan mekanis dan ketahanan yang cukup lama dan selain itu sulit untuk mendapatkan kepuasan dari proses heat seal dikarenakan kontaminasi yang dapat terjadi pada area heat seal selama proses pengisian powder (Robertson, 1999).

Standar Mutu Bubuk Cokelat Murni dan Minuman Cokelat
Beberapa kriteria mutu bubuk cokelat yang di-alkalisasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini (tabel 7):
Tabel 7. Kriteria Mutu Bubuk Cokelat yang Dialkalisasi

Normal
Limit
Warna
10-24
8-26
Flavor
5,0
7,0
Lemak, %
Sesuai standard
pH
4,8-6,0
4,6-6,2
Abu pada bahan selain lemak kering, %
Max. 13,5
Max. 14,0
Alkalinitas pada abu
Max.175
Max. 175
Kulit nib (shell), %
Max. 1,75
Max. 2,0
Residu ayakan (sieve residue) on 75 µm, %
Max. 0,5
Max. 2,0
Residu logam berat
Disesuaikan dengan Codex Allimentarius atau Peraturan Nasional
Residu pestisida
Mikrobiologis :
Ø Total plate count/g
Ø Mould/g
Ø Yeast/g
Ø Enterobacteriaceae/g
Ø E. coli/g
Ø Salmonella/25 g
Max. 1000
Max. 50
Max. 50
Max. 1
Negatif
Negatif
Max. 20000
Max. 100
Max. 100
Negatif
Negatif
Negatif
Moisture, %
Sesuai standar
Menurut Meursing (1997) ada dua alasan mengapa Salmonella merupakan bentuk bahaya spesifik pada cokelat dan produk yang mengandung bubuk kakao, yaitu:
1. Bakteri Slamonella kemungkinan ada pada biji kakao. Akibat pemanenan, proses fermentasi, dan pengeringan dalam kondisi minim sanitasi di iklim tropis.
2. Bakteri yang terdapat pada cokelat liquor dikelilingi lemak selama proses grinding atau pemastaan kasar berlangsung. Dan adanya lemak akan melindungi bakteri sehingga akibatnya Salmonella dapat tumbuh selama beberapa bulan.

Dikutip dari Proposal PKL @ Puslit Kopi & Kakao
Permen cokelat Yummyyyy ^^
Miuw_inK 

Read Users' Comments (0)