Makanan Kaleng

          
            Kemasan makanan tidak hanya sekadar bungkus yang berfungsi sebagai pelindung makanan. Kemasan pada makanan mempunyai fungsi kesehatan, pengawetan, kemudahan, penyeragaman, promosi dan informasi. Kita temui ada banyak bahan yang digunakan sebagai pengemas primer pada makanan, yakni kemasan yang bersentuhan langsung dengan makanan. Tetapi dari sekian banyak itu tidak semua bahan kemasan makanan aman bagi makanan yang dikemasnya. Contoh pengemas yang sering digunakan adalah kaleng.
Kaleng dipilih orang untuk kemasan makanan karena sifatnya kedap udara, athogen ringan (lebih ringan daripada gelas yang mempunyai kekedapan yang sama), mudah dibentuk, dan tidak mudah pecah. Dengan keunggulan sifat ini, sejak abad XVIII kaleng telah digunakan sebagai pengemas pada produk aseptic.
Kaleng adalah salah satu jenis kemasan makanan yang mulai diperkenalkan pada perang dunia kedua. Kelebihan menonjol dari kemasan ini adalah bisa dilakukannya proses sterilisasi, sehingga makanan yang disimpan di dalamnya menjadi steril, tidak mudah rusak, dan awet. Kerusahan utama yang terjadi pada bahan makanan adalah kerusakan yang disebabkan oleh mikroba. Jasad renik itulah yang menyebabkan makanan jadi bau, busuk, dan bahkan menjadi beracun.
Ketika makanan dimasak, baik direbus, digoreng, dipanggang atau dikukus, maka mikroba yang menyebabkan busuk itu akan mati. Tetapi beberapa saat setelah pemasakan itu mikroba yang lain akan segera athog dan menikmati makanan tersebut. Mikroba adalah makhluk yang sangat kecil, sehingga tidak bisa terlihat oleh mata kecuali menggunakan mikroskop. Mikroba ada di mana-mana, baik di tanah, di udara, bahkan pada tubuh kita sendiri. Seperti halnya hewan, tumbuhan dan manusia, mereka adalah makhluk hidup yang juga membutuhkan makanan dan menghasilkan metabolit. Ketika menempel pada sebuah makanan, ia akan memakannya dan menghasilkan buangan atau metabolit. Buangan itulah yang berupa bau, busuk, dan racun.
Dalam kemasan kaleng, makanan dapat dipanaskan hingga suhu yang sangat tinggi dan tekanan yang tinggi pula. Dengan demikian semua mikroba yang hidup bersama makanan tersebut akan mati. Karena kaleng juga ditutup dengan sangat rapat, maka mikroba baru tidak akan bisa masuk kembali ke dalamnya. Oleh karena itu makanan kaleng dapat disimpan hingga dua tahun dalam keadaan baik, tidak busuk, dan tidak beracun. Tetapi ketahanan bahan makanan yang berada di dalamnya juga dipengaruhi oleh kualitas kaleng dan pengolahan sebelum dan saat pengalengan.
Sejumlah industri makanan dan minuman dalam kaleng telah berdiri di Indonesia. Beberapa produk hasil pertanian seperti sayuran, buah-buahan, daging, dan ikan diawetkan dengan teknik ini.
Semua jenis makanan bisa dikemas di dalam kaleng. Mulai dari daging, ikan, sayuran, buah-buahan dan makanan olahan seperti sosis, bumbu nasi goreng hingga sayur lodeh. Kini kita bisa menyaksikan berbagai jenis makanan yang dikemas di dalam kaleng ada di pasar, toko dan super market. Mereknyapun bermacam-macam, baik produksi dalam negeri maupun impor.
Pada dasarnya makanan kaleng dibedakan atas tiga kelompok berdasarkan keasaman, yaitu:
1.      Makanan kaleng berasam rendah (pH>4,6), misalnya produk-produ daging dan ikan, beberapa sayuran (jagung, buncis), dan masakan yang terdiri dari campuran daging dan sayuran (lodeh, gudeg, opor, dan  lain-lain).
2.      Makanan kaleng asam (pH 3,7-4,6), misalnya produk-produk tomat, pear, dan produk-produk lain.
3.      Makanan kaleng berasam tinggi (pH<3,7), misalnya buah-buahan dan  sayuran kaleng seperti jeruk, pikel, sauerkraut, dan lain-lain.

         Contoh makanan kaleng yang sering dijumpai di pasaran adalah:
        1. kacang merah yang dicampur dengan saus.
        2. Sosis sapi, nugget, ham, corned beef
        3. Sayuran kaleng: jamur, rebung, dan sebagainya.
        4. Ikan sarden kalengan,
Secara umum proses pengalengan ikan dalam skala industri umumnya dilakukan melalui beberapa tahap. Tahapan itu, meliputi pemilihan bahan baku, penyiangan, pencucian, penggaraman, pengisian bahan baku, pemasakan awal (precooking), penirisan, pengisian medium pengalengan, penghampaan udara, penutupan kaleng, pemasakan (retorting), pendinginan, dan pemberian label.
            Pada prinsipnya hampir semua produk asal laut dapat dikalengkan, seperti teripang, cumi-cumi, kerang, kepiting, ubur-ubur, udang, berbagai jenis ikan, dan sebagainya. Hanya saja, pada umumnya ikanlah yang paling banyak dikalengkan. Beberapa jenis ikan yang biasa dikalengkan adalah cakalang, tuna, lemuru, sardin, salmon, kembung, banyar, kenyar, bengkunis, corengan, tembang, layang, bentong, dan juhi.
            Keuntungan utama penggunaan kaleng sebagai wadah bahan pangan adalah:
1.      Kaleng dapat menjaga bahan pangan yang ada di dalamnya. Makanan yang ada di dalam wadah yang tertutup secara hermetis dapat dijaga terhadap kontaminasi oleh mikroba, serangga, atau bahan asing lain yang mungkin dapat menyebabkan kebusukan atau penyimpangan penampakan dan cita rasanya.
2.      Kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap perubahan kadar air yang tidak diinginkan.
3.      Kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap penyerapan oksigen, gas-gas lain, bau-bauan, dan partikel-partikel radioaktif yang terdapat di atmosfer.
4.      Untuk bahan pangan berwarna yang peka terhadap reaksi fotokimia, kaleng dapat menjaga terhadap cahaya.

Kelemahan penggunaan kemasan kaleng terhadap komoditas adalah:
1.      Pengolahan pada suhu tinggi menyebabkan  produk pengalengan aseptik umumnya kehilangan cita rasa segarnya. Produk cenderung memberi rasa matang. Perubahan cita rasa tampak jelas pada produk dengan bahan dasar buah dan sayur.
2.      Pemanasan suhu tinggi juga menurunkan nilai gizi produk. Khususnya komponen yang mudah rusak oleh panas. Misalnya, vitamin dan lemak tak jenuh. Fortifikasi (penambahan) vitamin dapat dilakukan untuk mengganti kehilangan selama proses.
3.      Produk kaleng juga umumnya kehilangan sifat segar. Lihat saja teksturnya. Umumnya lebih lunak dari bahan segarnya. Pada beberapa produk buah dan sayur bisa diatasi dengan penambahan bahan-bahan yang bisa memperbaiki tekstur. 
4.      Timbulnya rasa ”taint” kaleng (rasa seperti besi) yang terkadang cukup mengganggu. Rasa ini timbul terutama bila coating kaleng tidak sempurna.

Dengan pengolahan yang athoge, makanan kaleng memiliki daya simpan (shelf life) yang lama, sekalipun tidak menggunakan bahan pengawet. Tetapi, seperti sifat makanan pada umumnya, makanan kaleng tetap mengalami penurunan mutu seiring dengan lamanya penyimpanan.
Kerusakan dapat terjadi karena kurang sempurnanya pengolahan. Misalnya, selama proses sterilisasi, terjadi kebocoran kecil pada sambungan kaleng yang menggelembung, tetapi kemudian tertutup kembali setelah pendinginan. Bila dalam proses pendinginannya digunakan air kurang bersih, dapat dipastikan mikroba pembusuk akan hadir dalam kaleng melalui lobang kecil tersebut. Pada gilirannya, bila kondisi penyimpanan mendukung maka bakteri tersebut akan tumbuh dan berkembang biak dan kelak memproduksi racun.
Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba athogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa.
Namun, karena dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi komersial (bukan sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat spora atau mikroba lain (terutama yang bersifat tahan terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan. Itulah sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai, segera setelah proses pengalengan selesai.
Dalam industri pengalengan makanan, yang diterapkan adalah sterilisasi komersial (commercial sterility). Artinya, walaupun produk tersebut tidak 100 persen steril, tetap cukup bebas dari bakteri pembusuk dan athogen (penyebab penyakit), sehingga tahan untuk disimpan selama satu tahun atau lebih dalam keadaan yang masih layak untuk dikonsumsi.
Biasanya produk makanan yang dikemas dalam kaleng akan kehilangan cita rasa segarnya dan mengalami penurunan nilai gizi akibat pengolahan dengan suhu tinggi. Satu hal lagi yang juga cukup mengganggu adalah timbulnya rasa taint kaleng atau rasa seperti besi yang timbul akibat coating kaleng tidak sempurna.
Bahaya utama pada makanan kaleng adalah tumbuhnya bakteri Clostridium botulinum yang dapat menyebabkan keracunan botulinin bagi pengonsusmi makanan kaleng tersebut. Bakteri yang berbahaya ini umumnya menyukai tempat-tempat yang tidak ada udara (athogen) dan mampu melindungi diri dari suhu yang agak tinggi (termofilik) dengan jalan membentuk spora. Tanda-tanda keracunan botulinin antara lain tenggorokan menjadi kaku, mata berkunang-kunang dan kejang-kejang yang membawa kematian karena sukar bernapas. Biasanya bakteri ini tumbuh pada makanan kaleng yang tidak sempurna pengolahannya atau pada kaleng yang bocor sehingga makanan di dalamnya terkontaminasi udara dari luar.
Sejumlah kecil racun ini, katakanlah 2 mg saja, telah cukup mengakibatkan kematian orang dewasa. Setelah diserap usus kecil, racun ini mampu melumpuhkan otot-otot alat tubuh yang vital seperti jantung, paru-paru, dan alat tubuh yang lain. Untungnya, racun ini tidak tahan panas sehingga dengan pemanasan selama 6 menit (tipe A) pada suhu 80 derajat Celcius dan 15 menit (tipe B) pada suhu 90 derajat Celcius, racun tersebut sudah tidak aktif lagi.
Beberapa mikroorganisme penyebab kerusakan pada makanan kaleng adalah :
  • Dalam makanan kaleng berasam rendah (pH>4,6), yaitu; Bacillus stearothermophillus yang dapat menyebabkan flat sour atau busuk asam, Clostridium thermosacharolyticum yang merupakan bakteri anaerob thermofil, C. botulinnum proteolitik, C. sporogenes, C. putrefaciens dan beberapa mikroba pembentuk spora lainnya.
  • Dalam makanan kaleng asam (pH 3,7-4,6), yaitu; Leuconostoc mesentroides, Byssochlamys fulva, Lactobacillus dextranicum dan Lactobacillus Plantarum yang dapat merusak buah dalam makanan kaleng.
  • Dalam makanan kaleng berasam tinggi (pH<3,7), yaitu; Bacillus thermoacidurans (B. coagullans) yang merupakan bakteri termofil penyebab flat sour pada sari buah tomat, C. butyricum dan C. pasteuranium yang merupakan bakteri messofil dan beberapa bakteri tidak berspora yang sebagian besar merupakan bakteri asam laktat.   

Kecermatan dalam memilih kaleng kemasan merupakan suatu upaya untuk menghindari bahaya-bahaya yang tidak diinginkan tersebut. Boleh-boleh saja memilih kaleng yang sedikit penyok, asalkan tidak terdapat kebocoran. Selain itu segera pindahkan sisa makanan kaleng ke tepat lain agar kerusakan kaleng yang terjadi kemudian tidak akan mempengaruhi kualitas makanannya.
Penurunan mutu makanan kaleng bergantung pada sifat bahan, suhu sterilisasi dan kondisi udara dalam head space-nya. Semakin lama disimpan, semakin rendah daya simpannya (shelf life loss).
Kemunduran daya simpan ini disebut kadaluwarsa. Bila menggunakan bahan baku yang baik, proses pemanasan sempurna dan bahan pengemas yang tidak berbahaya, maka daya simpan makanan kaleng dapat mencapai tiga tahun.
Penyimpanan pada tempat yang lembab dan basah dapat melahirkan proses pengkaratan yang tidak diinginkan. Kerusakan yang lain dapat terjadi karena kurang sempurnanya pengolahan. Misalnya, selama proses sterilisasi, terjadi kebocoran kecil pada sambungan kaleng yang menggelembung, tetapi kemudian tertutup kembali setelah pendinginan.
Bila dalam proses pendinginannya digunakan air kurang bersih, dapat dipastikan mikroba pembusuk akan hadir dalam kaleng melalui lobang kecil tersebut. Pada gilirannya, bila kondisi penyimpanan mendukung maka bakteri tersebut akan tumbuh dan berkembang biak dan kelak memproduksi racun.
Selain kerusakan fisik kaleng, ada hal lain yang perlu kita ketahui sebagai langkah awal dalam membeli produk makanan kaleng di antaranya kerusakan secara biologis dan kimiawi. Kerusakan biologis meliputi kebocoran kaleng yang dapat mengakibatkan pembusukan isi kaleng dan mikroorganisme athogen dapat masuk serta berkembang biak di dalamnya. Kemudian mikroorganisme yang ditahan dalam proses pemanasan dapat merusak hidrat arang dan akhirnya dapat menjadi asam (yang menyebabkan tidak adanya gas sehingga bakteri bersifat anaerob akan membentuk spora).
Adapun kerusakan secara kimiawi mencakup pengaratan bahan pelapis kaleng (timplate) biasanya dari tembaga, timah, besi terutama pada bahan makanan yang bersifat asam karena pelepasan athogen. 
Kerusakan produk kaleng ada yang bisa dilihat secara kasat mata dari kondisi kalengnya (seperti pengembungan kaleng atau kecembungan pada sisi tertentu). Tetapi ada juga yang tidak terdeteksi dari luar. Ciri-ciri kerusakan yang dapat dilihat secara langsung dari kondisi kalengnya adalah sebagai berikut:
1.      Kembung
Kondisi kaleng yang kembung bisa terjadi karena reaksi antara produk asam yang dikemas dengan kondisi kaleng yang cacat. Makanan yang tergolong berkadar asam tinggi, misalnya jus buah-buahan. Sementara yang kadar asamnya rendah antara lain jamur, asparagus, bit, kentang, dan kacang-kacangan. Selain itu, kembung bisa pula karena jenis kaleng yang digunakan tak sesuai dengan produk yang dikemas. Jika dibuka, produk tampak normal, tapi warnanya terkadang berubah pucat. Pada kondisi lain, kembung bisa juga disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme yang menghasilkan CO2 dan H2. Akibat pembentukan gas ini, tekanan dalam kaleng menjadi tinggi sehingga
kaleng menggembung yang lama-lama bisa pecah.
2.      Penyok
Kondisi ini bisa terjadi karena benturan, jatuh, atau tertindih. Kaleng yang penyok sedikit (tak sampai membentuk sudut) biasanya tidak mengalami kerusakan isi. Namun, jika membentuk sudut, dikhawatirkan lapisan timahnya rusak sehingga kaleng bereaksi dengan produk, terutama yang berasam tinggi.
3.      Karat
Ini terjadi karena adanya reaksi antara kaleng dengan senyawa lain yang bersifat korosif. Pada kasus yang ringan, perkaratan terjadi pada tutup kaleng, sambungan kaleng, atau bagian luar saja. Pada kasus berat dapat terjadi pada seluruh bagian luar kaleng. Karat yang belum merusak bagian dalam sebenarnya tidak berbahaya. Akan tetapi, bila sudah timbul lubang, meski kecil dan sulit dideteksi, ada kemungkinan mikroba sudah menyelusup ke dalamnya.
Namun demikian, kaleng yang normal pun belum tentu bermutu baik. Selain kondisi kemasan yang kerusakannya dapat diamati secara langsung, kerusakan bisa saja baru diketahui ketika kemasan kaleng tersebut dibuka. Beberapa kerusakan dalam makanan kaleng yang tidak dapat diamati secara langsung antara lain:
1.      Stack berning
Ini terjadi karena proses pendinginan yang tidak sempurna atau dilakukan penyimpanan dalam keadaan masih panas. Akibatnya, makanan menjadi lunak, kadang-kadang berair, berwarna gelap, dan cita rasanya tak enak. Kaleng bagian dalam tampak tidak cerah. Produk ini tidak layak dimakan,
meski belum tentu berbahaya.
2.      Flat sour
Ditandai dengan bau asam yang disebabkan oleh aktivitas spora bakteri tahan panas yang tidak mati selama proses sterilisasi. Berkembangnya spora bakteri itu bisa juga disebabkan oleh proses pengolahan atau pengalengan yang tidak sempurna, dan sanitasi yang buruk. Keadaan ini seringkali menyebabkan kebusukan.
3.      Perubahan warna
Secara kimia, perubahan warna bisa disebabkan oleh pecahnya senyawa protein (pada makanan dengan kandungan protein tinggi, seperti kornet) dalam proses sterilisasi, kemudian bereaksi dengan logam kaleng dan membentuk senyawa besi athoge. Bisa juga karena aktivitas Clostridium nigrificans, bakteri anaerob pembentuk spora yang bersifat proteolitik. Bakteri ini memproduksi H2S sehingga makanan menjadi busuk dan berwarna hitam.

Umumnya produk kalengan mempunyai daya simpan antara 2 sampai 3 tahun. Tergantung pada jenis produk dan tingkat pengolahan. Produk biasanya tidak menuntut kondisi penyimpanan tertentu, dapat disimpan pada suhu kamar dan di mana saja. Namun penyimpanan pada suhu rendah dan tempat yang kering akan memperpanjang masa simpan. Makanan kaleng sebaiknya tetap disimpan dalam ruang bersuhu rendah (di bawah 10 derajat Celcius) untuk mencegah kerusakan dan pembusukan. Simpanlah produk pada kelembaban rendah untuk mencegah karat pada bagian luar kaleng dan tumbuhnya jamur. Jauhkan produk dari terpaan cahaya matahari langsung. Suhu yang terlalu tinggi dapat meningkatkan kerusakan cita rasa, warna, tekstur, dan vitamin yang dikandung oleh bahan akibat terjadinya reaksi-reaksi kimia.
Kerusakan produk yang lain dapat disebabkan oleh kurang sempurnanya pengolahan. Kurangnya suhu dan waktu pemanasan dapat memberi peluang bagi tumbuhnya mikroba yang mungkin berbahaya bagi manusia. Misalnya, Clostridium botulinum. Bakteri ini paling tahan panas dan dapat hidup pada kondisi athogen (tanpa oksigen). Botulinin, sang racun dilaporkan sangat mematikan. Tanda-tanda keracunan botulinin antara lain tenggorokan menjadi kaku, mata berkunang-kunang, dan kejang-kejang yang membawa kematian karena sukar bernafas. Untungnya racun botulinin peka terhadap pemanasan.
Biasanya bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik pada produk pH rendah seperti pada buah , sari buah, buah, dan sayuran. Tetapi Pemanasan produk ber-pH tinggi seperti pada produk daging ikan, pemanasan ringan sebelum dikonsumsi membantu pencegahan keracunan botulinin.      
Salah satu upaya pencegahan yang paling murah adalah dengan sanitasi pangan. Sanitasi pangan termasuk produk yang disimpan, ditangani, dipersiapkan, atau diproduksi, serta athoge karyawan yang menangani pangan tersebut. Hal ini juga dapat diterapkan dalam lingkungan keluarga.
Untuk mencegah pencemaran silang, bahan pangan mentah sebaiknya tidak diletakkan berdampingan dengan makanan matang. Makanan matang harus didiletakkan di rak paling atas.Jangan membiarkan tetesan air atau makanan menjatuhi makanan di bawahnya. Ceceran makanan pada rak maupun dinding lemari es bisa merupakan sumber pencemaran. Karena itu,lemari es harus dibersihkan beberapa hari sekali..Semakin lama tidak dibersihkan,semakin tinggi kadar pencemarannya. Tandanya,banyak makanan yang justru cepat membusuk bila disimpan di dalam lemari es.
Pada produk kaleng athoge, semua mikroba athogen (penyebab penyakit) dan perusak (penyebab pembusukan) dihilangkan. Produk selanjutnya ditutup dengan teknolgi khusus yakni penutupan sempurna hingga tidak dapat dilalui oleh udara, gas, dan uap air. Pada kondisi tertutup rapat seperti ini mikroba tak dapat masuk ke dalam produk. Kondisi kedap juga membuat perusakan oleh oksidasi dan sinar dapat dihindari. Ingatlah sinar dan oksidasi bisa mempercepat kerusakan produk. Itulah sebabnya walau tanpa penambahan pengawet, tidak disimpan di tempat dingin, atau perlakuan khusus lainnya, produk dapat disimpan dalam jangka waktu lama tanpa mengalami kerusakan (awet)
Prof Dr Ir Made Astawan MS, ahli teknologi pangan dan gizi Fakultas Teknologi dan Rekayasa Pertanian Institut Pertanian Bogor berpendapat, masyarakat harus jeli memilih kemasan makanan kaleng. Apalagi beberapa produk makanan kaleng yang tidak ada label registrasi Depkes RI. Ini mengkhawatirkan, karena makanan itu bisa jadi sudah kadaluarsa, mengandung bahan beracun, dan zat tertentu yang bermasalah. Beberapa bahan makanan yang belum teregistrasi itu mengandung bahan makanan yang tidak halal.
Kiat sehat mengkonsumsi makanan kaleng, paling tidak harus mempertimbangkan lima hal berikut:
1.      Jangan mengkonsumsi makanan kaleng yang dicurigai sudah menunjukkan tanda-tanda kerusakan, seperti kaleng kembung, berkarat, penyok, dan bocor.
2.      Makanan dalam kaleng sebaiknya dipanaskan sampai mendidih selama 10 menit sampai 15 menit sebelum dikonsumsi. Ketika dikalengkan, makanan itu memang sudah dimasak. Namun pengolahan ulang sangat perlu untuk mengantisipasi adanya mikrobakteri yang mungkin telah berkembang di dalam makanan. Dengan cara memasak terlebih dulu secara maksimal, mikrobakteri yang ada bisa mati. Meski beberapa makanan kaleng terdapat bahan pengawet tertentu, namun tidak menutup kemungkinan mikroba patogen bisa tumbuh.
3.      Bacalah label secara seksama dan perhatikanlah tanggal kadaluwarsa. Demi keamanan, pilihlah produk yang belum melampaui tanggal kadaluwarsa. Bahan pengawet yang biasa dipakai produsen makanan kaleng adalah garam. Idealnya makanan yang telah dipanaskan dalam suhu tinggi dan dimasukkan ke dalam kaleng akan bertahan selama satu tahun. Lamanya masa kedaluarsa terjadi karena kemasan kaleng itu kedap udara, sementara kandungan garam pada makanan kaleng itu tinggi. Garam, selain untuk bumbu makanan, juga mampu mencegah tumbuh dan berkembangnya mikroba patogen penyebab makanan busuk. Maka tidak heran beberapa makanan kaleng tertentu seperti kornet, terasa sangat asin.
4.      Makanan kaleng yang sudah dibuka harus digunakan secepatnya karena keawetannya sudah tak sama dengan produk awalnya. Bila dicurigai adanya kebusukan, makanan kaleng tersebut harus dibuang. Makanan kaleng harus dikonsumsi untuk sekali makanan karena makanan kaleng sangat mungkin mengalami kerusakan walau disimpan di dalam kulkas. Padahal makanan yang rusak bisa berakibat fatal. Ini karena pada makanan yang rusak bisa bersemayam Clostridium botulinum
5.      Hindari pula mengonsumsi makanan kaleng yang kemasannya sering terkena sinar matahari langsung. Ini dapat menimbulkan kerusakan gizi yang cukup signifikan.

Tugas Mikpang
Miuw_inK

Read Users' Comments (4)

4 Response to "Makanan Kaleng"

  1. Greenpack, on 4 April 2014 pukul 21.52 said:

    Lebih baik menggunakan Kemasan Makanan dari kertas sekarang... (y)

  2. mesin autoclave, on 13 Maret 2017 pukul 01.17 said:

    thanks for info

  3. bening, on 6 Juli 2019 pukul 07.18 said:

    terima kasih banyak infonya

  4. Unknown, on 10 Mei 2020 pukul 07.06 said:

    thanks info

Posting Komentar